MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI MALUKU UTARA
- Get link
- X
- Other Apps
KERAJAAN
– KERAJAAN ISLAM DI MALUKU UTARA DAN PROSES MASUKNYA ISLAM PADA
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI PAPUA
A. Kerajaan – Kerajaan Islam Di Maluku
Utara
Kepulauan Maluku
menduduki posisi penting dalam perdagangan di Nusantara. Mengingat keberadaan
daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad
ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan
Belanda. Kepulauan Maluku sangat penting peranannya karena Maluku adalah
penghasil rempah-rempah terbesar pada waktu itu sehingga bayak negara yang
berdatangan ke Maluku. Sejak awal diketahui bahwa didaerah ini terdapat dua
kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini
terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu
pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore.
Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke
daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber berupa naskah-naskah kuno
dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan,dan hikayat-hikayat setempat
lainnya. Sudah tentu sumber berita asing seperti Cina, Portugis, dan lainnya
amat menunjang cerita sejarah daerah Maluku itu.
1. Kerajaan
Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal
dengan Kerajaan Gapi memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya
membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah,
bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
Sejak awal berdirinya kerajaan Ternate
masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang
telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah
menggunakan nama bernuansa Islam namun hanya dapat dipastikan bahwa keluarga
kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15. Raja Ternate yang
pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan Marhum (1465 - 1486). Sejak itu
Ternate menjadi pusat Islam di Maluku. Pada akhir abad-16 agama Islam tersiar
hingga Mindanao (Philipina Selatan), karena Mindanao menjadi daerah kekuasaan
Ternate.
2. Persaingan
Ternate-Tidore
Telah berabad-abad
lamanya antara Ternate dan Tidore terjadi persaingan-pertentangan. Baik Ternate
maupun Tidore selalu berusaha untuk menguasai sendiri seluruh hasil
rempah-rempah. Hal itu menyebabkan timbulnya dua persekutuan yang memecah
persatuan rakyat Maluku. Kerajaan Ternate dikenal sebagai pemimpin Uli Lima,
yaitu persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya meliputi Ternate, Obi,
Bacan, Seram, dan Ambon. Sementara Kerajaan Tidore dikenal sebagai
pemimpin Uli Siwa, yakni Persekutuan Sembilan (Persekutuan Sembilan Saudara)
dengan wilayahnya meliputi pulau-pulau Makyan, Jailolo atau Halmahera, dan pulau-pulau
di daerah tersebut sampai dengan wilayah Papua.
3. Raja-raja
Ternate
Tahun 1257 Momole Ciko
pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan
gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Semakin besar dan populernya Kota
Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate
daripada kerajaan Gapi.
Sultan Hairun adalah
Raja Ternate yang berkuasa sejak tahun 1559 M. Sultan Hairun sangat tidak
setuju dengan kedatangan bangsa Portugis, apalagi dengan keberadaan militer
Portugis dan membangun benteng Sao Paolo di Ternate. Mereka diyakini mempunyai
niat yang tidak baik terhadap Kerajaan Ternate. Sultan Hairun meninggal pada
tahun 1570 M karena terbun*h. Dalam catatan sejarah, yang dicurigai sebagai
dalang pembunuhan adalah para pejabat Portugis.
Kekuasaan Sultan Hairun
digantikan oleh Sultan Baabullah. Pada masa kekuasaannya, Sultan Baabullah
berhasil menyingkirkan bangsa Portugis dan meninggalkan bentengnya di Ternate.
Mereka pergi ke Selatan kemudian pada tahun 1578 M, Portugis berhasil
menundukkan Timor. Bangsa Portugis menduduki Timor sampai pada tahun 1976 M.
Selain keberhasilannya mengusir penjajah Portugis, Sultan Baabullah juga
membawa kerajaan Ternate memperluas daerah kekuasaan sampai ke Maluku,
Sulawesi, Papua, Mindanao dan Bima. Karena prestasinya yang gemilang tersebut,
Sultan Baabullah menyandang julukan Tuan dari Tujuh Puluh Dua Pulau.
4.
Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore
terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan
Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik tahta pada tahun
1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan
Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam
berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Kesultanan Tidore
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M).
Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan
Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan
Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang
biasa. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat.
Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera,
Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal
Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang Tidore menjadi salah satu kerajaan
paling independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan
Saifuddin (1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap
wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kemunduran Kesultanan
Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan
oleh bangsa Spanyol dan Portugis yang ingin memonopoli daerah rempah. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh
Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal
dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah
di Maluku berhasil menaklukkan Ternate.
B. Proses Masuknya Islam Dan Pengaruh
Islam Pada Kerajaan-Kerajaan Islam Di Papua
1. Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool,
Kerajaan Salawati Dan Kerajaan Sailolof.
Pembahasan mengenai 4
(Empat) kerjaan Islam di Papua tersebut karena sumber-sumber yang kami baca dan
pelajari bahwa keempat kerajaan Islam tersebut merupakan adalah :
1. Merupakan wilayah kekuasaan
kerjaan-kerajaan Islam dari Maluku
2. Merupakan kerajaan-kerajaan yang
memperoleh pengaruh dari kerajaan-kerajaan yang berada di Maluku.
Penjelasan tentang
keempat kerajaan tersebut kami temui secara kolektif tanpa terpisah-pisah atau
dibahas satu-persatu, baik latar belakang lahirnya setiap kerajaan tersebut
maupun proses keislamannya.
a) Latar Belakang Lahirnya Kerajaan
Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan Kerajaan Sailolof.
Sejak
abad ke-16, selain di Kepulauan Raja Ampat yang termasuk wilayah kekuasaan
Sultan Bacan dan Sultan Ternate, kawasan lain di Papua
yaitu daerah pesisir Papua dari pulau Biak (serta daerah sebaran orang Biak)
sampai Mimika merupakan bagian dari wilayah mandala Kesultanan Tidore, sebuah
kerajaan besar yang berdekatan dengan wilayah Papua. Tidore menganut adat
Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan), sehingga propinsi-propinsi Tidore seperti
Biak, Fakfak dan sebagainya juga dibagi dalam sembilan distrik (pertuanan).
Berdasarkan
sejarah, di Kepulauan Raja Ampat terdapat empat kerajaan tradisional,
masing-masing adalah kerajaan Waigeo, dengan pusat kekuasaannya di Wewayai,
pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaan di Samate, pulau
Salawati Utara; kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaan di Sailolof, pulau
Salawati Selatan, dan kerajaan Misool, dengan pusat kekuasaan di Lilinta, pulau
Misol. Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak abad ke-16 bawahan kerajaan
Bacan).
b) Proses Masuknya Islam di Kerajaan
Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan Kerajaan Sailolof.
Islamisasi di Papua,
khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan
Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah
lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di
bawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh
akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian
penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
Islam di Papua berasal
dari Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan
syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan,
Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama
kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521.
Pada masa ini Bacan
telah menguasai suku-suku di Papua serta pulaupulau di sebelah barat lautnya,
seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan
kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606.
Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di
pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama
Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.
Secara
geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan
Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara
dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku
Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua
alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik
di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama
menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan
atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya
historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan
Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan
Semenajung Onim Fakfak.
Di Kepulauan Raja Empat sendiri terdapat
beberapa Distrik Kerajaan-Kerajaan Islam yaitu :
v Kerajaan Namatota
Dari
silsilah Raja Namatota diketahui bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan Tua,
telah memeluk Islam hingga sekarang diketahui merupakan generasi kelima.
Lamarora merupakan raja kedua kerajaan Namatota diperkirakan hidup pada tahun
1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya datang ke daerah Kokas dan disana beliau
telah menyebarkan agama Islam dan kawin dengan perempuan bernama Kofiah Batta,
selanjutnya pasangan ini merupakan cikal-bakal Raja-raja Wertuar. Salah seorang
Raja Wertual (Kokas) bernama M. Rumandeng al-Amin Umar Sekar 1934, dengan gigih
pernah menentang pemerintah Belanda dengan tidak mau menyetor uang tambang
minyak kepada mereka. Akibatnya dia dipenjara di Hollandia (Jayapura) sebelum
kemudian dibebaskan.
v Kerajaan Komisi
Seorang
Putera Mahkota Raja Komisi bernama Hakim Achmad Aituararauw .menyebutkan bahwa
kerajaan Islam pertama didirikan di Pulau Adi pada tahun 1626 dengan nama Eraam
Moon, yang diambil dari bahasa Adi Jaya yang artinya “Tanah Haram”. Raja
pertamanya bernama Woran. Namun jauh sebelumnya pada abad ke XV (1460-1541)
penguasa pertama di pulau Adi, Ade Aria Way, telah menerima Islam yang dibawa
oleh Syarif Muaz yang mendapat gelar Syekh Jubah Biru, yang menyebarkan Islam
di utara dan kawasan itu. Namun sambutan positif lebih banyak diterima di pulau
Adi dalam hal ini di daerah kekuasaan Ade Aria Way. Setelah masuk Islam Ade
Aria Way berganti nama menjadi Samai. Kemudian Samai mencatat bahwa pada tahun
1760 Ndovin yang merupakan generasi kelima dari Samai mendirikan kerajaan
Kaimana dan bertahta di sana dengan gelar Rat Umis As Tuararauw yang kemudian
dikenal dengan nama Raja Komisi
v Kerajaan Fatagar
Keterangan
yang diperoleh dari Raja Fatagar, Arpobi Uswanas 1997, menceritakan bahwa
Fatagar I yaitu Tewal, diperkirakan hidup pada tahun 1724-1814. Raja Tewal
bertahta di daerah Tubir Seram, yang hijrah dari Rumbati (daerah Was). Pada
saat kerajaan Fatagar masih di Rumbati, disana Islam sudah ada dan berkembang
dengan ditemukannya puing-puing bekas reruntuhan masjid. Itu berarti Islam
sudah masuk di daerah Rumbati sebelum tahun 1724. Sementara itu, berdasarkan
keterangan Raja Rumbati ke 16, H. Ibrahim Bauw 1986, bahwa Islam masuk di Was
pada tahun 1506 melalui perang besar antara Armada Kesultanan Tidore yang
dipimpin Arfan dengan Kerajaan Rumbati.
v Kerajaan Ati-Ati
Di
Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat raja yang
berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang masuk
dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing-masing raja tersebut mendirikan mesjid
dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama
Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada
umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun
sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati
adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9.
v Kerajaan Rumbati
Salah
satu raja mantan raja dari kerajaan Rumbati adalah Patipi. Beliau sudah
memerintah sejak lama. Beliau dikenal karena keinginannya memperkenalkan dan
membawa Islam kepada orang-orang disekitarnya. Keberadaan dinasti raja ini
adalah dinasti kedua yang mana pernah memerintah di Patipi
v Kerajaan Pattipi
Masuknya
Islam di Papua, khususnya di Teluk Patipi, memiliki keterkaitan dengan masuknya
agama Islam di Papua. Masuknya Islam di tanah Papua terdiri dari tujuh versi,
yaitu versi orang Papua, Aceh, Arab, Jawa, Banda, Bacan, serta versi Tidore dan
Ternate. Masing masing dengan argumentasinya yang berbeda-beda. Menurut orang
asli Papua Fakfak, yang masih kuat dengan adat dan legendanya, Islam bukan
dibawa dan disebarkan oleh Kerajaan Tidore, Arab, Jawa, atau Sulawesi. Akan
tetapi, Islam sudah berada di Pulau Papua sejak pulau ini diciptakan oleh
Tuhan.
v Kerajaan Sekar
Informasi
atau tentang situs-situs khusus Kerajaan Sekar sulit diperoleh, namun dapat
diyakini bahwa Kerajaan Sekar merupakan salah satu kerajaan dari 9 kerajaan
Islam yang berada di Kepulauan Raja Empat.
v KerajaanWertuar
Raja
Wetuar ke X yakni Musa Haremba, bahwa Raja pertama Wertuar adalah Vijao.
Penduduk meyakini bahwa asal muasal Raja Vijao ini dari cahaya, sedang Raja
kedua bernama Ukir. Selanjutnya Raja ketiga bernama Winey yang beristrikan Boko
Kopao dari Namatoria. Dari susunan Raja-raja Wertuar, yang dilantik Sultan
Tidore adalah Raja ketujuh yakni Lakate pada tahun 1886. Namun pendapat lain
mengatakan bahwa yang dilantik adalah Raja Wertuar keenam, yakni Sanempe.
Hubungan Lakate dengan Sanempe adalah hubungan saudara dan bukan hubungan bapak
anak, yang berarti mereka hidup dalam satu zaman.
Terlepas dari siapa
yang dilantik dari kedua raja tersebut, kedua sumber tadi menjelaskan bahwa
Raja Wertuar tersebut dilantik oleh Sultan Tidore yang bernama Muhammamd taher
Alting pada tahun 1886 di Karek, Sekar Lama. Turut hadir dalam peristiwa
pelantikan adalah Raja Rumbati, Abdul Jalil, dan Raja Misool Abdul Majid.
v Kerajaan Arguni.
Di
Semenanjung Onin terdapat tiga kerajaan tradisional, yaitu kerajaan Rumbati, kerajaan Fatagar, dan kerajaan Atiati.
Di samping tiga kerajaan tersebut di
atas ada pula beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan-kerajaan yang pada mulanya
berada di bawah kekuasaan kerajaan Rumbati, tetapi kemudian berhasil memperoleh
pengakuan sebagai kerajaan tersendiri terutama pada masa awai pax neerlandica
(1898).
4.
Kerajaan Arguni.
Seperti halnya Kerajaan Sekar, informasi
ataupun data lengkap dari kerajaan ini sulit ditemukan.
c) Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan
Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan Kerajaan Sailolof.
Pengaruh
Agama Islam Dalam Kehidupan Potret suasana keagamaan di daerah Papua sangat
unik, karena di satu sisi agama Islam telah merupakan ”agama resmi” bagi
kerajaan-kerajaan di kepulauan Raja Ampat, Semenanjung Onin dan di daerah
Kowiai (Kaimana). Hal ini ditandai dengan raja dan keluarganya telah memeluk
agama Islam, serta adanya institusi resmi yang berkaitan pengaturan kehidupan
masyarakat. Pengaruh raja umumnya sangat besar dalam membantu tersebarnya Islam
di daerah ini. Akan tetapi di sisi lain tampak pengamalan ajaran Islam sebagian
penduduk Papua masih kurang mendalam sehingga terjadi keadaan yang
kontradiktif. Diterimanya Islam sebagai agama dan jalan hidup masyarakat Papua,
maka pranata-pranata kehidupan sosial budaya memperoleh warna baru. Keadaan ini
terjadi karena penerimaan mereka kepada Islam sebagai agama, tidak terlalu
banyak mengubah nilai-nilai, kaidah-kaidah kemasyarakatan dan kebudayaan yang
telah ada sebelumnya. Apa yang dibawa oleh Islam pada mulanya datangnya,
hanyalah urusan-uruasan ‘ubudiyah (ibadat) dan tidak mengubah lembaga-lembaga
dalam kehidupan masyarakat yang ada. Islam mengisi sesuatu dari aspek kultural
mereka, karena sasaran utama dari pada penyebaran awal Islam hanya tertuju
kepada soal iman dan kebenaran tauhid.
C. Teori Masuknya Islam Di Papua
1. Teori Papua
Teori ini merupakan
pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian rakyat asli Papua,
khususnya yang berdiam di wilayah Fakfak, Kaimana, Manokwari dan Raja Ampat
(Sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan
di bawa dan disebarkan oleh Kerajaan Ternate dan Tidore atau pedagang Muslim
dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal dari
Papua itu sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga
mengatakan bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya
pulau Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya Nabi
Adam dan Hawa berada di daratan Papua.
2. Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak
yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan
bahwa Islam datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya
mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak.
Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang
disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja
Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14
tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di
makamkan di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.
3. Teori Arab
Menurut
sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah Papua,
yaitu pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi
bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab,
yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya
Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun
1587. Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan
Seminar Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan
di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa :
a.
Islam dibawa oleh sultan abdul qadir
pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI), dan diterima oleh masyarakat di pesisir
pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
b.
Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh
orang Arab (Mekkah).
4. Teori Jawa
Berdasarkan
catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946, menceritakan bahwa
orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen yang kemudian menikah
dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah
masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid, diperkirakan peristiwa tersebut
terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga tersebut, maka
Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi
di Papua, khusunya di Fakfak dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui
banda yang diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari
Arab bernama haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga
mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua
orang mubaligh dari banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses
pengIslamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat
yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun
akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat
berduyun-duyun masuk agama Islam.
6. Teori Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad
al-bakir lewat piagam kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul
mulukiyah atau moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan,
dan jailolo) lewat walinya ja’far as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya
keseluruh penjuru negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina,
Kalimantan, nusa tenggara, Jawa dan Papua.
Menurut Arnold, raja
bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal abiding yang memerintah tahun
1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau disebelah barat
lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan salawati. Kemudian sultan bacan
meluaskan kekuasaannya sampai ke semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua
pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para
pemuka masyarakat pulau – pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat
pedalaman masih tetap menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama
Islam.
Dari sumber – sumber
tertulis maupun lisan serta bukti – bukti peninggalan nama – nama tempat dan
keturunan raja bacan yang menjadi raja – raja Islam di kepulauan raja ampat.
Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah
kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian pada abad XVI
barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di kepulauan raja ampat itu.
7. Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)
Dalam sebuah catatan
sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu
Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan
tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka
sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar
Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan
dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat
kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan
Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab,
Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
Di peluknya Islam oleh
masyarakat Papua terutama didaerah pesisir barat pada abad pertengahan XV tidak
lepas dari pengaruh kerajaan – kerajaan Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan
Tidore ) yang semakin kuat dan sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur
perdagangan rempah – rempah ( silk road ) di dunia. Sebagaimana ditulis sumber
– sumber barat, Tomé Pires yang pernah
mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta
yang tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di
Maluku dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara
tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao yang
pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate (1540-1545 M).
mengatakan bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun
yang lalu.
Proses masuknya Islam
ke Indonesia tidak dilakukan dengan kekerasan atau kekuatan militer. Penyebaran
Islam tersebut dilakukan secara damai dan berangsur-angsur melalui beberapa
jalur, diantaranya jalur perdagangan, perkawinan, pendirian lembaga pendidikan
pesantren dan lain sebagainya, akan tetapi jalur yang paling utama dalam proses
Islamisasi di nusantara ini melalui jalur perdagangan, dan pada akhirnya
melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di
tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya
di sekitar kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang
sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai
agama Islam yang ada di pulau Papua ini, sebagai berikut:
a.
Terdapat living monument yang berupa
makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari ini di
daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
b.
Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai
hari ini yang berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi
Cendrawasih.
c.
Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan
teks kuno lainnya yang berada di beberapa masjid kuno.
d.
Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan
delapan manuskrip kuno brhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan
ukuran yang berbeda-beda, yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang
berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan
dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya
bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa.
Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh
Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai
yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk
melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu.
e.
Masjid Patimburak yang didirikan di tepi
teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang
memiliki nama kecil Semempe.
KESIMPULAN
Kedudukan raja Islam di Maluku semakin tinggi dan penting
berkat perdagangan rempah-rempah yang menyebabkan rasa semangat untuk
memperluas wilayah kekuasaannya dalam menguasai jalur perdagangan.
Kerajaan-kerajaan yang berada di Maluku ada 4 yaitu: Kerajaan Jailolo, Kerajaan Bacan, Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore. Setelah Spanyol mundur dari Maluku, Tidore
menjadi kerajaan yang paling terkemuka di wilayah Maluku. Sebab, Tidore
berhasil menolak penguasaan VOC terhadap wilayahnya dan Tidore menjadi merdeka
hingga akhir abad ke-18. Selain kedatangan Spanyol, Belanda juga datang untuk
menguasai Maluku. Inggris pun ikut campur dalam masalah ini dengan membantu
mengusir Belanda.
Secara geografis tanah
Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan Maluku. Dalam hal
ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan,
sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku Utara. Oleh karena
itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua alur komunikasi dan
relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik di Semenanjung Onim
Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama menjadi wilayah ajang
perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di
Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua
memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar
dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak.
Walaupun demikian tidak berarti bahwa Ternate tidak ada pengaruhnya, justru
yang kedua ini dalam banyak hal sangat berpengaruh.
Kajian masuknya Islam
di Tanah Papua juga pernah dilakukan oleh Thomas W Arnold seorang orientalis
Inggris didasarkan atas sumber-sumber primer antara lain dari Portugis, Spanyol,
Belanda dan Inggris. Dalam bukunya yang berjudul The preaching of Islam yang
dikutip oleh Bagyo Prasetyo disebutkan bahwa pada awal abad ke-16, suku-suku di
Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool,
Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada Sultan Bacan salah seorang raja di
Maluku kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai Semenanjung Onim
(Fakfak), di barat laut Irian pada tahun 1606, melalui pengaruhnya dan pedagang
muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk agama Islam
meskipun masyarakat pedalaman masih menganut animisme, tetapi rakyat pesisir
adalah Islam.
- Get link
- X
- Other Apps
Popular posts from this blog
MAKALAH IBNU AL NAFIS DAN ALZAHRAWI
A. Bigrafi Ibnu Nafis Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi . Dia biasa dipanggil dengan Ad-Dimasyqi , karena ia dilahirkan di Syam dan awal masa mudanya ia habiskan di kota Damaskus, sebagaimana dia juga dipanggil dengan Al Mishri , karena ia telah mengabiskan sebagian besar usianya di kota Cairo dan memiliki ikatan yang kuat dengan Mesir dan penduduknya. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh para pengagumnya. Ibnu Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus referensi lain menyebutkan ia dilahirkan di Syria pada tahun 607 H (1210 M). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut hingga menjelang dewasa. Dia tinggal dan menetap di Mesir hingga ajal menjemputnya. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibnu Nafis menempuh pendidikan kedokteran di Medical College Hospital. Gurunya adal...
MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI RIAU DAN JAMBI
BAB I PENDAHULUAN ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA Kedatangan Islam di Nusantara Kedatangan Islam di Nusantara menimulkan banyak perdebatan mengenai bagaimana secara pasti ajaran Islam masuk ke Nusantara. Terdapat tiga teori yang bisa menjadi acuan mengenai kedatangan Islam di Nusantara. 1. Teori Gujarat Sarjana-sarjana Barat mengatakan bahwa Islam masuk berasal dari Gujarat, dan disebarkan oleh pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia Timur sekitar abad ke-13 M. Pendapat ini juga didukung oleh Moquetta yang berkesimpulan bahwa batu nisan Sultan Malik mirip dengan batu nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat 2. Teori Persia Adalah pendapat dari Hoesein Djajadiningrat yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari Persia. Hal ini didasari atas kesamaan tradisi antara masyarakat Persia dengan Indonesia, diantaranya Tradisi Tabot dan tradisi merayakan 10 Muharam. 3. ...
Comments
Post a Comment