MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI RIAU DAN JAMBI


BAB I
PENDAHULUAN

  1. ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA
  • Kedatangan Islam di Nusantara
Kedatangan Islam di Nusantara menimulkan banyak perdebatan mengenai bagaimana secara pasti ajaran Islam masuk ke Nusantara. Terdapat tiga teori yang bisa menjadi acuan mengenai kedatangan Islam di Nusantara.
1.    Teori Gujarat
Sarjana-sarjana Barat mengatakan bahwa Islam masuk berasal dari Gujarat, dan disebarkan oleh pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia Timur sekitar abad ke-13 M. Pendapat ini juga didukung oleh Moquetta yang berkesimpulan bahwa batu nisan Sultan Malik mirip dengan batu nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat
2.    Teori Persia
Adalah pendapat dari Hoesein Djajadiningrat yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari Persia. Hal ini didasari atas kesamaan tradisi antara masyarakat Persia dengan Indonesia, diantaranya Tradisi Tabot dan tradisi merayakan 10 Muharam.
3.    Teori Mekkah
A.H. Johns mengatakan bahwa Islam berasal dari tanah kelahirannya yaitu Mekkah dan proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir yang datang ke Indonesia.
            Ketiga teori tersebut bisa saling melengkapi satu sama lain. Islamisasi di kepulauan Indonesia mengalami proses yang panjang dan bertahap dari satu daerah ke daerah lainnya. Salah satu tokoh yang paling disebut adalah Sunan Giri sebagai penyebar Islam di Kepulauan Indonesia bagian Timur, dan dijadikannya Ternate sebagai kekuatan Islam oleh rajanya, yaitu Sultan Zainal Abidin.
  • Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau
            Masyarakat Nusantara pada umumnya adalah masyarakat pesisir yang kehidupannya tergantung pada perdagangan antarpulau dan antarbenua. Kegiata perdagangan pun sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Berdasarkan berita-berita Cina dan Sejarah Indonesia yang telah dikaji, di Nusantara telah menunjukan adanya jaringan-jaringan perdagangan antara kerajaan Cina dengan kerajaan di Kepulauan Indonesia sampai abad ke-16 M. Sementara itu, kapal-kapal dagang dari Arab juga sudah mulai berlayar ke Asia Tenggara pada abad ke ke-7 M. Banyaknya jalur pelayaran mengakibatkan tumbuhnya kota-kota seperti Samudra Pasai, Malaka, Kutai, dll.
     Kemudian dari sumber literatur Cina, terdapat kerajaan bercorak Islam seperti Samudra Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13 sampai abad ke-15 M. Selain itu terdapat juga komunitas-komunitas Muslim di pesisir utara Jawa bagian timur. Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Kepulauan Indonesia dengan Arab semakin erat dengan semakin berkembangnya aktivitas pelayaran dan kota-kota. Walaupun pedagang Arab hanya transit di Indonesia dalam perjalanan ke Cina, tetapi hubungan antar kerajaan terjalin secara langsung. Hubungan ini menjadi semakin ramai menyusul pedagang Arab yang melarikan diri ke Raja Kedah dan Palembang usai koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou dan melarang pedagang Arab masuk Cina.
     Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511 M dan banyaknya ada perampok serta bajak laut mengakibatkan berubahnya jalur pelayaran menuju pesisir Sumatra dan Sunda, dan lahirlah pelabuhan perantara yang baru disana.
     Perdagangan di wilayah timur Indonesia lebih cenderung pada perdagan cengkih dan pala. Perdagangan cengkih berpusat di Tidore dan Ambon, sedangkan komoditi pala berpusat di Banda. Pada abad ke-15 M, Sulawesi Selatan telah didatangi pedagang Muslim dan dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Muslim menjalin hubungan dengan bangsa Portugis yang didorong oleh adanya usaha monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku. Sementara itu, hubungan Ternate, Ambon, dan Jawa sangat erat sekali, ini ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar Muslim yakni Zainal Abidin yang terkenal sebagai raja cengkih. Cengkih, pala, dan bunga pala hanya terdapat di Kepulauan Indonesia bagian Timur dan ditanam di perbukitan di pulau-pulau kecil Ternate, Tidore, Makian dan Motir.


BAB 11
PEMBAHASAN
Pengaruh Islam yang sampai ke daerah-daerah merupakan akibat perkembangan Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Malaka. Kerajaan Islam yang ada di Riau dan Kepulauan Riau menurut berita Tome Pires (1512-1515 ) antara lain Siak, Kampar, dan Indragiri. Kerajaan Kampar, Indragiri, dan Siak pada abad ke-13 dan ke-14 dalam kekuasaan Kerajaan Melayu dan Singasari-Majapahit, maka kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan bercorak Islam sejak abad ke-15.
Jika kita dasarkan berita Tome Pires, maka ketiga Kerajaan Kampar, Indragiri dan Siak senantiasa melakukan perdagangan dengan Malaka bahkan memberikan upeti kepada Kerajaan Malaka. Ketiga kerajaan di pesisir Sumatra Timur ini dikuasai Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (wafat 1477). Bahkan pada masa pemerintahan putranya, Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah (wafat 1488) banyak pulau di Selat Malaka (orang laut) termasuk Lingga-Riau, masuk kekuasaan Kerajaan Malaka.

·         Kerajaan Siak
Kerajaan Siak merupakan kerajaan melayu Islam yang terletak di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada abad ke 15. Menurut Berita Tome Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya, kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Kerajaan Siak menghasilan padi, madu, lilin, rotan, bahan-bahan apotek, dan banyak emas.
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Siak Sri Indrapura antara lain sebagai berikut:
1.      Raja Abdullah (Sultan Khoja Ahmad Syah). Saat itu Kerajaan Siak masih berada di bawah kekuasaan Malaka.Raja Abdullah adalah raja yang ditunjuk oleh Sultan Johor untuk memimpin dan memerintah Kerajaan Siak.
2.      Raja Hasan Putra Ali Jalla Abdul Jalil. Pada masa pemerintahannya, Belanda berhasil menguasai Malaka.Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi perdagangan VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC.
3.      Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1748). Beliau akran juga disebut Raja Kecik.Raja Kecik adalah anak dari Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II dengan Encik Pong. Beliaulah yang mendirikan Kerajaan Siak yang berdaulat, bukan di bawah kekuasaan Malaka lagi. Ia meluaskan daerah kekuasaannya sambil terus memerangi VOC.
4.      Sultan Said Ali (1784-1811). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil mempersatukan kembali wilayah-wilayah yang memisahkan diri. Pada tahun 1811, ia mengundurkan diri dan digantikan oleh anaknya, Tengku Ibrahim.
5.      Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864). Pada masa pemerintahannya, Siak mengalami kemunduran dan semakin banyak dipengaruhi politik penjajahan Hindia- Belanda.
6.      Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908). Pada masa pemerintahannya, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah di Batavia, yaitu Sultan Syarif Kasim II.
7.      Syarif Kasim Tsani atau Sultan Syarif Kasim II (1915-1945). Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.
Kerajaan Siak Sri Indrapura sangat kaya dengan hasil alam yang melimpah. Sayangnya pada awal mula munculnya, kerajaan ini dikuasai oleh Kerajaan Malaka. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk oleh Raja Johor untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut. Pada tahun 1641, Belanda berhasil menguasai Malaka. Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi perdagangan VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC. Namun pada masa pemerintahan Raja Kecik, rakyat Siak hidup makmur karena tidak harus menyerahkan hasil alamnya kepada Malaka maupun VOC. Bahkan pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Sultan Syarif Hasyim mulai menjalin hubungan dengan luar negeri.
Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari Kabupaten Siak, dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri Inderapura yang dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-olang yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura. Begitu juga nama Siak masih melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak yang bermuara pada kawasan timur pulau Sumatera.
·         Kerajaan Indragiri
Kerajaan Indragiri terletak di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kerajaan Indragiri berdiri sejak tahun 1298, kerajaan ini didirikan oleh Raja Kecik Mambang atau Raja Merlang. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada abad ke 15. Menurut Berita Tome Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya, kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Beberapa raja yang pernah memerintah Indragiri adalah sebagai berikut:
1.      1298-1337: Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I.
2.      1337-1400: Raja Iskandar alias Nara Singa I.
3.      1400-1473: Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya.
4.      1473-1532: Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan NaraSinga II bergelar Zirullah Fil Alam.
5.      1532-1557: Sultan Usulluddin Hasansyah.
6.      1557-1599: Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah.
7.      1559-1658: Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah.
8.      1658-1669: Sultan Jamalluddin Suleimansyah.
9.      1669-1676: Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah.
10.  1676-1687: Sultan Usulluddin Ahmadsyah.
11.  1687-1700: Sultan Abdul Jalilsyah.
12.  1700-1704: Sultan Mansyursyah.
13.  1704-1707: Sultan Modamadsyah.
14.  1707-1715: Sultan Musafarsyah.
15.  1715-1735: Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin
16.  1735-1765: Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah.
17.  1765-1784: Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan.
18.  1784-1815: Sultan Ibrahim.
19.  1815-1827: Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu.
20.  1827-1838: Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal.
21.  1838-1876: Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah.
22.  1876: Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah.
23.  1877-1883: Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah.
24.  1887-1902: Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah.
25.  1902-1912: Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri.
26.  1912-1963: Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah.
·         Kerajaan Kampar
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan (1725 M-1946 M) yang sekarang terletak di Kabupaten Pelalawan, Riau. Periode pemerintahan di Pelalawan dibagi menjadi dua: periode pra Islam dan pasca Islam. Pada era pra Islam, kerajaan ini masih bernama Pekantua. Sementara pada era Islam, ada tiga kali pergantian nama, dari Pekantua Kampar, kemudianTanjung Negeri, dan terakhir Pelalawan. Kerajaan ini eksis dari tahun 1380 hingga 1946.
Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah (1459-1477 M) menyerang Kerajaan Pekantua, dan kerajaan Pekantua dapat dikalahkan. Kemudian Sultan mengangkat Munawar Syah sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penebalan, diumumkan bahwa kerajaan Pekantua berubah menjadi "kerajaan Pekantuan Kampar"
Ketika kerajaaan Johor dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Syah II, Raja Kampar), Tun Megat di Kerajaan Pekantua Kampar meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi raja. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1590-1630 M). selanjutnya beliau memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua ke Bandar Tolam.
Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M). Tak lama kemudian beliau pun mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), selanjutnya digantikan puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Pada masa pemerintahan Maharaja Lela Utama, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Sungai Nilo. Kerajaan ini dinamakan Kerajaan Tanjung Negeri. Setelah beliau mangkat digantikan Maharaja Wangsa Jaya.
Ketika Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M) mangkat digantiakn oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), yang kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). Pada masa maharaja Dinda II sekitar tahun 1725 M terjadi pemidahan pusat kerajaan Pekantua Kampar ke Sungai Rasau, salah satu anak sungai Kampar,dan nama kerajaan "Pekantua Kampar" diganti menjadi kerajaan "Pelalawan". setelah beliau mangkat, digantikan puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang berhasil membuat hubungan dagang dengan daerah sekitarnya.
Kemudian kerajaan tersebut tunduk kepada Kerajaan Siak, dan pada 4 Februari 1879 dengan terjadinya perjanjian pengakuannya Kampar berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Kerajaan Indragiri sebelum 1641 yang berada di bawah Kemaharajaan Malayu berhubungan erat dengan Portugis, tetapi setelah Malaka diduduki VOC, mulailah berhubungan dengan VOC yang mendirikan kantor dagangnya di Indragiri berdasarkan perjanjian 28 Oktober 1664.



Berikut ini urutan penguasa di Pelalawan, sejak era Islam:
Kerajaan Pekantua Kampar (1505-1675)
1.      Munawar Syah (1505-1511)
2.      Raja Abdullah (1511-1515)
3.      Sultan Mahmud Syah I (1526-1528 )
4.      Raja Ali/Sultan Alauddin Riayat Syah II (1528-1530)
5.      Tun Perkasa/ Raja Muda Tun Perkasa (1530-1551)
6.      Tun Hitam (1551-1575)
7.      Tun Megat (1575-1590)
8.      Raja Abdurrahman/Maharaja Dinda (1590-1630)
9.      Maharaja Lela I/Maharaja Lela Utama (1630-1650)
10.  Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 ).

Kerajaan Tanjung Negeri (1675-1725)
1.      Maharaja Lela Utama (1675-1686)
2.      Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691)
3.      Maharaja Muda Lela (1691-1720)
4.      Maharaja Dinda II (1720-1725).

Kerajaan Pelalawan (1725-1946)

1.      Maharaja Dinda II/Maharaja Dinda Perkasa/Maharaja Lela Dipati (1725-1750)
2.      Maharaja Lela Bungsu (1750-1775)
3.      Maharaja Lela II (1775-1798)
4.      Sayid Abdurrahman/Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822)
5.      Syarif Hasyim (1822-1828)
6.      Syarif Ismail (1828-1844)
7.      Syarif Hamid (1844-1866)
8.      Syarif Jafar (1866-1872)
9.      Syarif Abubakar (1872-1886)
10.  Tengku Sontol Said Ali (1886-1892 )
11.  Syarif Hasyim II (1892-1930)
12.  Tengku Sayid Osman/Pemangku Sultan (1930-1940)
13.  Syarif Harun/Tengku Sayid Harun (1940-1946).

Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun (1940-1946), adalah masa pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah Indonesia.

B.     Kerajaan Islam Di Jambi
Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang. Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan - Kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan Lima Kota dii utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi juga mengendalikan Lembah Kerinci, meskipun pada masa akhir kekuasaannya, kekuasaan nominal tidak lagi diperdulikan. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di Kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batanghari.
        Temuan Prasasti persumpahan kedatuan Sriwijaya di desa Karangberahi kecamatan Pemenang kabupaten merangin yang diindikasikan sama tarihnya dengan tiga batu persumpahan Sriwijaya yaitu Prasasti kota kapur di Bangka, Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan maupun Prasasti kedukan bukit di Palembang Sumatera selatan bertahun saka 608 atau 686 Masehi. Pada Prasasti itu tertera pahatan huruf Palawa dalam bahasa Melayu kuno. Tanpa adanya perkaitan hubungan asal huruf Palawa atau adanya kesepahaman penggunaan huruf yang berasal dari India itu tak kan mungkin masyarakatnya dapat membaca. Jelasnya apakah Sriwijaya atau Melayu kala itu sudah ada hubungan dengan belahan anak benua India tersebut. 


1.      sejarah masuknya islam di jambi
Ungkap Hasan Mu`arif Ambary17 ada tahapan proses Islamisasi di Indonesia yaitu fase kehadiran para pedagang Muslim yang juga da`i di abad ke 1-4 Hijriah atau abad ke 7-11 M yang ditandai oleh kegiatan hubungan perdagangan dan bisa terjadi juga adanya hubungan perkawinan dengan penduduk setempat. Proses ini terjadi terutama di daerah pesisr Selat Malaka, bagian Pesisir Barat pulau Sumatera, sesuai fungsi selat Malaka sebagai tempat lalu lintas pelayaran dan perdagangan Ramainya kontak itu bisa juga terjadi dengan perkaitan kompetisi pelayaran dan perdagangan dari tiga kerajaan besar yaitu Bani Umayah di Asia bagian Barat, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Dinasti T`ang di Asia Bagian Timur sehingga terbentang hubungan jalur pelayaran dan perdagangan antara negeri-negeri Arab, Persia, India (Gujarat), Nusantara dan Cina. Untuk sampai ke fase kedua terbentuknya kerajaan Islam(abad ke 13-16 M) terjadi proses yang lama baik secara Simbiois maupun Akulturasi, Faktor Geografis yang terletak paling jauh dari tempat kelahiran agama Islam maka dapat di mengerti kalau Nusantara termasuk kawasan yang paling akhir mendapat pengaruh kebudayaan Islam. Penyeberanyapun berlangsung damai di kalangan penduduk yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu atau Budha. Banyak pedagang dari Gujarat yang karena tingkah laku ketauladanan dan ketaatan mereka beragama diangkat menjadi pemimpin seperti di Aceh dan Gersik Pada fase ketiga, agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas menyusuri Pesisir Sumatera, Semenanjung Malaka, Jawa, Kalimantan, Lombok, Sulawesi dan Maluku.
               Para penyebar Islam banyak menduduki berbagai Jabatan di kerajaan dan di antaranya ada yang kawin dengan penduduk setempat. Banyak mesjid yang di bangun para penyebar agama Islam. Beberapa elemen kebudayaan lokal bernuansa Islami semakin menyebar. ada Raja dan keluarganya yang di Islamkan, banyak rakyat yang tertarik karena sosialisasi yang menyentuh hati tanpa pembongkaran akar budaya setempat. Fase ini berlangsung pada akhir abad ke 16,17 dan abad ke-18 M, dan awal abad ke 19 M. Ketiga fase ini menurut penulis terjadi dan di alami oleh Jambi. 
Seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963 menyimpulkan :
1.        Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam pertama sekali masuk ke Indonesia adalah pada abad pertama hijrah atau abad ketujuh dan kedelapan Masehi langsung dari Arab
2.        Wilayah pertama masuk Islam adalah Pesisir Sumatera (Samudra Pasai atau Peureulak), setelah terbentuknya masyarakat Islam maka Raja Islam pertama berada di Aceh.
Dr.Hamka juga membuat Rangkuman bahwa :
1.    Agama Islam telah datang ketanah air sejak abad pertama Hijrah (abad ke 7 M) yang di bawa oleh saudagar-saudagar Islam dari Arab sebagai pelopor dan di ikuti oleh orang-orang Persia serta Gujarat.
2.    Karena penyebaran Islam itu tanpa kekerasan dan tidak ada penaklukan negeri, maka penyebarannya berjalan secara berangsur-angsur.
Muhammad Said juga menyimpulkan hasil seminar itu :
1.    Sumber-sumber sejarah Arab menegaskan bahwa di berbagai Bandar di Sumatera sejak abad ke 9 (catatan Mas`udi) sudah banyak pendatang Arab yang beragama Islam mendatangani tempat-tempat di maksud.
2.    Berdasarkan sumber-sumber orang luar (Arab dan Tionghoa) maka besar kemungkinan bahwa islam telah masuk ke Indonesia pada Abad pertama Hijriah.






2. Senarai (silsilah) Sultan Jambi

Berikut adalah daftar Sultan Jambi.
Tahun
Nama atau gelar
1687 – 1696
PANGERAN DIPATI CAKRANINGRAT bin SULTAN ABDUL MUHYI [ SULTAN KYAI GEDE ] Hilir Jambi
1690 - 1721
Pangeran Ratu Raden Kholid( Chulit ) / Sultan Abdul Rahman I bin SULTAN ABDUL MUHYI [ Sultan Sri Maharaja Batu ] Hulu Jambi
1770-1790
Sultan Ahmad Zainuddin / Sultan Anom Sri Ingalaga
1790 – 1812
Mas’ud Badruddin bin Ahmad / Sultan Ratu Seri Ingalaga
1812 – 1833
1833 – 1841
1841 – 1855
1855 – 1858
1858 – 1881
1881 – 1885
1885 – 1899
1900 – 1904
1904
2012

 

3.Kependudukan

Penduduk Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk diperkirakan hanya sebanyak 60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris tidak berpenghuni. Etnis Melayu berdiam di pinggiran sungai Batang Hari dan Tembesi. Orang Kubu menghuni hutan-hutan, sedangkan orang Batin mendiami wilayah Jambi Hulu. Pendatang dari Minangkabau disebut sebagi orang Penghulu, yang menyatakan tunduk pada orang-orang Batin.
4. Pemerintahan
Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja keempat suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.[butuh rujukan] Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.


5..Bangunan sejarah di jambi 

1. Bunker Jepang
Bunker Japang di Provinsi Jambi

Bunker adalah sejenis bangunan pertahanan militer. Bunker biasanya dibangun di bawah tanah. Banyak bunker dibangun pada Perang Dunia I dan II
2. Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin
Istana Sultan Thaha Saifuddin
Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin merupakan Istana kerajaan bekas peninggalan raja Sultan Thaha Saifuddin. Istana ini terletak di Tanah Garo Muara Tabir Jambi.


3. Jembatan Betrix

Jembatan Betrix / Beatrix
Jembatan Beatrix atau yang kerap di sebut masyarakat sebagai Beatrix Brug,  terletak di Kabupaten Sarolangun. Membentang di atas Sub-DAS Batanghari, Sungai Batang Tembesi Sarolangun.
4. Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang
Rumah Batu Olak Kemang

Kawasan cagar budaya Jambi Seberang terletak di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di seberang kawasan perniagaan modern Kota Jambi. Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi secara alamiah, seolah menjadi pembatas kedua kawasan ini. 
5.  Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda (Kota Tua Batang Hari)
Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda (Kota Tua Batang Hari)
Kawasan Kota Lama / Kota Tua Batang Hari merupakan tempata yang menjadi cikal bakal Kota Tembesi, berada di Jalan Lintas Sumatera Jalur Tengah (Jalinteng) Batang Hari Jambi.



Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH IBNU AL NAFIS DAN ALZAHRAWI

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI MALUKU UTARA