MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI RIAU DAN JAMBI
- Get link
- X
- Other Apps
BAB I
PENDAHULUAN
- ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA
DI NUSANTARA
- Kedatangan Islam di Nusantara
Kedatangan
Islam di Nusantara menimulkan banyak perdebatan mengenai bagaimana secara pasti
ajaran Islam masuk ke Nusantara. Terdapat tiga teori yang bisa menjadi acuan
mengenai kedatangan Islam di Nusantara.
1. Teori
Gujarat
Sarjana-sarjana
Barat mengatakan bahwa Islam masuk berasal dari Gujarat, dan disebarkan oleh
pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia Timur sekitar
abad ke-13 M. Pendapat ini juga didukung oleh Moquetta yang berkesimpulan bahwa
batu nisan Sultan Malik mirip dengan batu nisan yang terdapat di Kambay,
Gujarat
2. Teori
Persia
Adalah
pendapat dari Hoesein Djajadiningrat yang mengatakan bahwa Islam masuk ke
Indonesia berasal dari Persia. Hal ini didasari atas kesamaan tradisi antara
masyarakat Persia dengan Indonesia, diantaranya Tradisi Tabot dan tradisi
merayakan 10 Muharam.
3. Teori
Mekkah
A.H.
Johns mengatakan bahwa Islam berasal dari tanah kelahirannya yaitu Mekkah dan
proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir yang datang ke Indonesia.
Ketiga teori tersebut bisa saling melengkapi satu sama lain. Islamisasi di
kepulauan Indonesia mengalami proses yang panjang dan bertahap dari satu daerah
ke daerah lainnya. Salah satu tokoh yang paling disebut adalah Sunan Giri
sebagai penyebar Islam di Kepulauan Indonesia bagian Timur, dan dijadikannya
Ternate sebagai kekuatan Islam oleh rajanya, yaitu Sultan Zainal Abidin.
- Islam dan Jaringan Perdagangan
Antarpulau
Masyarakat Nusantara pada umumnya adalah masyarakat pesisir yang kehidupannya
tergantung pada perdagangan antarpulau dan antarbenua. Kegiata perdagangan pun
sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Berdasarkan berita-berita Cina dan
Sejarah Indonesia yang telah dikaji, di Nusantara telah menunjukan adanya
jaringan-jaringan perdagangan antara kerajaan Cina dengan kerajaan di Kepulauan
Indonesia sampai abad ke-16 M. Sementara itu, kapal-kapal dagang dari Arab juga
sudah mulai berlayar ke Asia Tenggara pada abad ke ke-7 M. Banyaknya jalur
pelayaran mengakibatkan tumbuhnya kota-kota seperti Samudra Pasai, Malaka,
Kutai, dll.
Kemudian dari sumber literatur Cina, terdapat kerajaan bercorak Islam seperti
Samudra Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13 sampai
abad ke-15 M. Selain itu terdapat juga komunitas-komunitas Muslim di pesisir
utara Jawa bagian timur. Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Kepulauan
Indonesia dengan Arab semakin erat dengan semakin berkembangnya aktivitas
pelayaran dan kota-kota. Walaupun pedagang Arab hanya transit di Indonesia
dalam perjalanan ke Cina, tetapi hubungan antar kerajaan terjalin secara
langsung. Hubungan ini menjadi semakin ramai menyusul pedagang Arab yang
melarikan diri ke Raja Kedah dan Palembang usai koloni mereka dihancurkan oleh
Huang Chou dan melarang pedagang Arab masuk Cina.
Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511 M dan banyaknya ada perampok
serta bajak laut mengakibatkan berubahnya jalur pelayaran menuju pesisir Sumatra
dan Sunda, dan lahirlah pelabuhan perantara yang baru disana.
Perdagangan di wilayah timur Indonesia lebih cenderung pada perdagan cengkih
dan pala. Perdagangan cengkih berpusat di Tidore dan Ambon, sedangkan komoditi
pala berpusat di Banda. Pada abad ke-15 M, Sulawesi Selatan telah didatangi
pedagang Muslim dan dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Muslim menjalin
hubungan dengan bangsa Portugis yang didorong oleh adanya usaha monopoli
perdagangan rempah-rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku.
Sementara itu, hubungan Ternate, Ambon, dan Jawa sangat erat sekali, ini
ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar Muslim yakni
Zainal Abidin yang terkenal sebagai raja cengkih. Cengkih, pala, dan bunga pala
hanya terdapat di Kepulauan Indonesia bagian Timur dan ditanam di perbukitan di
pulau-pulau kecil Ternate, Tidore, Makian dan Motir.
BAB
11
PEMBAHASAN
Pengaruh Islam yang
sampai ke daerah-daerah merupakan akibat perkembangan Kerajaan Islam Samudera
Pasai dan Malaka. Kerajaan Islam yang ada di Riau dan Kepulauan Riau menurut
berita Tome Pires (1512-1515 ) antara lain Siak, Kampar, dan Indragiri. Kerajaan
Kampar, Indragiri, dan Siak pada abad ke-13 dan ke-14 dalam kekuasaan Kerajaan
Melayu dan Singasari-Majapahit, maka kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi
kerajaan bercorak Islam sejak abad ke-15.
Jika kita dasarkan
berita Tome Pires, maka ketiga Kerajaan Kampar, Indragiri dan Siak senantiasa
melakukan perdagangan dengan Malaka bahkan memberikan upeti kepada Kerajaan
Malaka. Ketiga kerajaan di pesisir Sumatra Timur ini dikuasai Kerajaan Malaka
pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (wafat 1477). Bahkan pada masa
pemerintahan putranya, Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah (wafat 1488) banyak pulau
di Selat Malaka (orang laut) termasuk Lingga-Riau, masuk kekuasaan Kerajaan
Malaka.
·
Kerajaan Siak
Kerajaan Siak merupakan
kerajaan melayu Islam yang terletak di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan
ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada abad ke 15. Menurut Berita Tome
Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya,
kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan
Sultan Mansyur Syah. Kerajaan Siak menghasilan padi, madu, lilin, rotan,
bahan-bahan apotek, dan banyak emas.
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Siak Sri Indrapura antara lain sebagai berikut:
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Siak Sri Indrapura antara lain sebagai berikut:
1. Raja
Abdullah (Sultan Khoja Ahmad Syah). Saat itu Kerajaan Siak masih berada di
bawah kekuasaan Malaka.Raja Abdullah adalah raja yang ditunjuk oleh Sultan
Johor untuk memimpin dan memerintah Kerajaan Siak.
2. Raja
Hasan Putra Ali Jalla Abdul Jalil. Pada masa pemerintahannya, Belanda berhasil
menguasai Malaka.Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi
perdagangan VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC.
3. Sultan
Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1748). Beliau akran juga disebut Raja Kecik.Raja
Kecik adalah anak dari Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II
dengan Encik Pong. Beliaulah yang mendirikan Kerajaan Siak yang berdaulat,
bukan di bawah kekuasaan Malaka lagi. Ia meluaskan daerah kekuasaannya sambil
terus memerangi VOC.
4. Sultan
Said Ali (1784-1811). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil mempersatukan
kembali wilayah-wilayah yang memisahkan diri. Pada tahun 1811, ia mengundurkan
diri dan digantikan oleh anaknya, Tengku Ibrahim.
5. Sultan
Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864). Pada masa pemerintahannya,
Siak mengalami kemunduran dan semakin banyak dipengaruhi politik penjajahan
Hindia- Belanda.
6. Sultan
Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908). Pada masa
pemerintahannya, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana
ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada
masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama
dibidang ekonomi. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih
kecil dan sedang bersekolah di Batavia, yaitu Sultan Syarif Kasim II.
7. Syarif
Kasim Tsani atau Sultan Syarif Kasim II (1915-1945). Bersamaan dengan
diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan
bendera merah putih di Istana Siak dan menyatakan bergabung dengan Republik
Indonesia.
Kerajaan Siak Sri
Indrapura sangat kaya dengan hasil alam yang melimpah. Sayangnya pada awal mula
munculnya, kerajaan ini dikuasai oleh Kerajaan Malaka. Daerah ini diawasi oleh
Syahbandar yang ditunjuk oleh Raja Johor untuk memungut cukai hasil hutan dan
hasil laut. Pada tahun 1641, Belanda berhasil menguasai Malaka. Dengan
demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi perdagangan VOC. Semua timah
yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC. Namun pada masa pemerintahan Raja Kecik,
rakyat Siak hidup makmur karena tidak harus menyerahkan hasil alamnya kepada
Malaka maupun VOC. Bahkan pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak
mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Sultan Syarif Hasyim mulai
menjalin hubungan dengan luar negeri.
Siak Sri Inderapura
sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari Kabupaten Siak, dan
Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri
Inderapura yang dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol
kejayaan masa silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-olang yang
pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada
setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura. Begitu juga nama Siak masih
melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu
Sungai Siak yang bermuara pada kawasan timur pulau Sumatera.
·
Kerajaan Indragiri
Kerajaan Indragiri
terletak di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi
Riau. Kerajaan Indragiri berdiri sejak tahun 1298, kerajaan ini didirikan oleh
Raja Kecik Mambang atau Raja Merlang. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan
bercorak islam pada abad ke 15. Menurut Berita Tome Pires, Kerajaan Siak
menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya, kerajaan Siak merupakan
kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah.
Beberapa raja yang pernah memerintah Indragiri adalah sebagai berikut:
1.
1298-1337: Raja Kecik Mambang alias Raja
Merlang I.
2.
1337-1400: Raja Iskandar alias Nara
Singa I.
3.
1400-1473: Raja Merlang II bergelar
Sultan Jamalluddin Inayatsya.
4.
1473-1532: Paduka Maulana Sri Sultan
Alauddin Iskandarsyah Johan NaraSinga II bergelar Zirullah Fil Alam.
5.
1532-1557: Sultan Usulluddin Hasansyah.
6.
1557-1599: Raja Ahmad bergelar Sultan
Mohamadsyah.
7.
1559-1658: Raja Jamalluddin bergelar
Sultan Jammalludin Keramatsyah.
8.
1658-1669: Sultan Jamalluddin
Suleimansyah.
9.
1669-1676: Sultan Jamalluddin
Mudoyatsyah.
10.
1676-1687: Sultan Usulluddin Ahmadsyah.
11.
1687-1700: Sultan Abdul Jalilsyah.
12.
1700-1704: Sultan Mansyursyah.
13.
1704-1707: Sultan Modamadsyah.
14.
1707-1715: Sultan Musafarsyah.
15.
1715-1735: Raja Ali bergelar Sultan
Zainal Abidin
16.
1735-1765: Raja Hasan bergelar Sultan
Salehuddin Keramatsyah.
17.
1765-1784: Raja Kecik Besar bergelar
Sultan Sunan.
18.
1784-1815: Sultan Ibrahim.
19.
1815-1827: Raja Mun bergelar Sultan Mun
Bungsu.
20.
1827-1838: Raja Umar bergelar Sultan
Berjanggut Keramat Gangsal.
21.
1838-1876: Raja Said bergelar Sultan
Said Modoyatsyah.
22.
1876: Raja Ismail bergelar Sultan
Ismailsyah.
23.
1877-1883: Tengku Husin alias Tengku
Bujang bergelar Sultan Husinsyah.
24.
1887-1902: Tengku Isa bergelar Sultan
Isa Mudoyatsyah.
25.
1902-1912: Raja Uwok. Sebagai Raja Muda
Indragiri.
26.
1912-1963: Tengku Mahmud bergelar Sultan
Mahmudsyah.
·
Kerajaan Kampar
Kesultanan Pelalawan atau
Kerajaan Pelalawan (1725 M-1946 M) yang sekarang terletak di Kabupaten
Pelalawan, Riau. Periode pemerintahan di Pelalawan dibagi menjadi dua: periode
pra Islam dan pasca Islam. Pada era pra Islam, kerajaan ini masih bernama
Pekantua. Sementara pada era Islam, ada tiga kali pergantian nama, dari
Pekantua Kampar, kemudianTanjung Negeri, dan terakhir Pelalawan. Kerajaan ini
eksis dari tahun 1380 hingga 1946.
Kerajaan Malaka pada
masa pemerintahan Sultan Mansur Syah (1459-1477 M) menyerang Kerajaan Pekantua,
dan kerajaan Pekantua dapat dikalahkan. Kemudian Sultan mengangkat Munawar Syah
sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penebalan, diumumkan bahwa kerajaan
Pekantua berubah menjadi "kerajaan Pekantuan Kampar"
Ketika kerajaaan Johor
dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Syah II, Raja
Kampar), Tun Megat di Kerajaan Pekantua Kampar meminta salah seorang keturunan
Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi raja.
Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar
dengan gelar "Maharaja Dinda" (1590-1630 M). selanjutnya beliau
memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua ke Bandar Tolam.
Setelah mangkat,
Maharaja Dinda digantikan oleh puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja
Lela Utama (1630-1650 M). Tak lama kemudian beliau pun mangkat, dan digantikan
oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), selanjutnya digantikan
puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Pada masa pemerintahan Maharaja
Lela Utama, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Sungai Nilo. Kerajaan ini
dinamakan Kerajaan Tanjung Negeri. Setelah beliau mangkat digantikan Maharaja
Wangsa Jaya.
Ketika Maharaja Wangsa
Jaya (1686-1691 M) mangkat digantiakn oleh puteranya Maharaja Muda Lela
(1691-1720 M), yang kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II
(1720-1750 M). Pada masa maharaja Dinda II sekitar tahun 1725 M terjadi
pemidahan pusat kerajaan Pekantua Kampar ke Sungai Rasau, salah satu anak
sungai Kampar,dan nama kerajaan "Pekantua Kampar" diganti menjadi
kerajaan "Pelalawan". setelah beliau mangkat, digantikan puteranya
Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang berhasil membuat hubungan dagang
dengan daerah sekitarnya.
Kemudian kerajaan
tersebut tunduk kepada Kerajaan Siak, dan pada 4 Februari 1879 dengan
terjadinya perjanjian pengakuannya Kampar berada di bawah pemerintahan Hindia
Belanda. Kerajaan Indragiri sebelum 1641 yang berada di bawah Kemaharajaan
Malayu berhubungan erat dengan Portugis, tetapi setelah Malaka diduduki VOC,
mulailah berhubungan dengan VOC yang mendirikan kantor dagangnya di Indragiri
berdasarkan perjanjian 28 Oktober 1664.
Berikut ini urutan
penguasa di Pelalawan, sejak era Islam:
Kerajaan Pekantua Kampar (1505-1675)
Kerajaan Pekantua Kampar (1505-1675)
1.
Munawar Syah (1505-1511)
2.
Raja Abdullah (1511-1515)
3.
Sultan Mahmud Syah I (1526-1528 )
4.
Raja Ali/Sultan Alauddin Riayat Syah II
(1528-1530)
5.
Tun Perkasa/ Raja Muda Tun Perkasa
(1530-1551)
6.
Tun Hitam (1551-1575)
7.
Tun Megat (1575-1590)
8.
Raja Abdurrahman/Maharaja Dinda
(1590-1630)
9.
Maharaja Lela I/Maharaja Lela Utama
(1630-1650)
10.
Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 ).
Kerajaan
Tanjung Negeri (1675-1725)
1.
Maharaja Lela Utama (1675-1686)
2.
Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691)
3.
Maharaja Muda Lela (1691-1720)
4.
Maharaja Dinda II (1720-1725).
Kerajaan Pelalawan (1725-1946)
1.
Maharaja Dinda II/Maharaja Dinda
Perkasa/Maharaja Lela Dipati (1725-1750)
2.
Maharaja Lela Bungsu (1750-1775)
3.
Maharaja Lela II (1775-1798)
4.
Sayid Abdurrahman/Syarif Abdurrahman
Fakhruddin (1798-1822)
5.
Syarif Hasyim (1822-1828)
6.
Syarif Ismail (1828-1844)
7.
Syarif Hamid (1844-1866)
8.
Syarif Jafar (1866-1872)
9.
Syarif Abubakar (1872-1886)
10.
Tengku Sontol Said Ali (1886-1892 )
11.
Syarif Hasyim II (1892-1930)
12.
Tengku Sayid Osman/Pemangku Sultan
(1930-1940)
13.
Syarif Harun/Tengku Sayid Harun
(1940-1946).
Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif
Harun (1940-1946), adalah masa pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan
Pelalawan. Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan
Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah Indonesia.
B. Kerajaan
Islam Di Jambi
Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang. Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan - Kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan Lima
Kota dii utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan
dengan Kesultanan Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi juga
mengendalikan Lembah Kerinci, meskipun pada masa akhir kekuasaannya, kekuasaan
nominal tidak lagi diperdulikan. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di Kota
Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batanghari.
Temuan Prasasti persumpahan kedatuan Sriwijaya di desa Karangberahi kecamatan Pemenang kabupaten merangin yang diindikasikan sama tarihnya dengan tiga batu persumpahan Sriwijaya yaitu Prasasti kota kapur di Bangka, Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan maupun Prasasti kedukan bukit di Palembang Sumatera selatan bertahun saka 608 atau 686 Masehi. Pada Prasasti itu tertera pahatan huruf Palawa dalam bahasa Melayu kuno. Tanpa adanya perkaitan hubungan asal huruf Palawa atau adanya kesepahaman penggunaan huruf yang berasal dari India itu tak kan mungkin masyarakatnya dapat membaca. Jelasnya apakah Sriwijaya atau Melayu kala itu sudah ada hubungan dengan belahan anak benua India tersebut.
Temuan Prasasti persumpahan kedatuan Sriwijaya di desa Karangberahi kecamatan Pemenang kabupaten merangin yang diindikasikan sama tarihnya dengan tiga batu persumpahan Sriwijaya yaitu Prasasti kota kapur di Bangka, Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan maupun Prasasti kedukan bukit di Palembang Sumatera selatan bertahun saka 608 atau 686 Masehi. Pada Prasasti itu tertera pahatan huruf Palawa dalam bahasa Melayu kuno. Tanpa adanya perkaitan hubungan asal huruf Palawa atau adanya kesepahaman penggunaan huruf yang berasal dari India itu tak kan mungkin masyarakatnya dapat membaca. Jelasnya apakah Sriwijaya atau Melayu kala itu sudah ada hubungan dengan belahan anak benua India tersebut.
1. sejarah
masuknya islam di jambi
Ungkap
Hasan Mu`arif Ambary17 ada
tahapan proses Islamisasi di Indonesia yaitu fase kehadiran para pedagang
Muslim yang juga da`i di abad ke 1-4 Hijriah atau abad ke 7-11 M yang ditandai
oleh kegiatan hubungan perdagangan dan bisa terjadi juga adanya hubungan
perkawinan dengan penduduk setempat. Proses ini terjadi terutama di daerah
pesisr Selat Malaka, bagian Pesisir Barat pulau Sumatera, sesuai fungsi selat
Malaka sebagai tempat lalu lintas pelayaran dan perdagangan Ramainya kontak itu
bisa juga terjadi dengan perkaitan kompetisi pelayaran dan perdagangan dari
tiga kerajaan besar yaitu Bani Umayah di Asia bagian Barat, Sriwijaya di Asia
Tenggara dan Dinasti T`ang di Asia Bagian Timur sehingga terbentang hubungan
jalur pelayaran dan perdagangan antara negeri-negeri Arab, Persia, India
(Gujarat), Nusantara dan Cina. Untuk sampai ke fase kedua terbentuknya kerajaan
Islam(abad ke 13-16 M) terjadi proses yang lama baik secara Simbiois maupun
Akulturasi, Faktor Geografis yang terletak paling jauh dari tempat kelahiran
agama Islam maka dapat di mengerti kalau Nusantara termasuk kawasan yang paling
akhir mendapat pengaruh kebudayaan Islam. Penyeberanyapun berlangsung damai di
kalangan penduduk yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu atau Budha. Banyak
pedagang dari Gujarat yang karena tingkah laku ketauladanan dan ketaatan mereka
beragama diangkat menjadi pemimpin seperti di Aceh dan Gersik Pada fase ketiga,
agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas menyusuri Pesisir Sumatera,
Semenanjung Malaka, Jawa, Kalimantan, Lombok, Sulawesi dan Maluku.
Para
penyebar Islam banyak menduduki berbagai Jabatan di kerajaan dan di antaranya
ada yang kawin dengan penduduk setempat. Banyak mesjid yang di bangun para
penyebar agama Islam. Beberapa elemen kebudayaan lokal bernuansa Islami semakin
menyebar. ada Raja dan keluarganya yang di Islamkan, banyak rakyat yang
tertarik karena sosialisasi yang menyentuh hati tanpa pembongkaran akar budaya
setempat. Fase ini berlangsung pada akhir abad ke 16,17 dan abad ke-18 M, dan
awal abad ke 19 M. Ketiga fase ini menurut penulis terjadi dan di alami oleh
Jambi.
Seminar sejarah masuknya Islam ke
Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963 menyimpulkan :
1.
Sebagaimana kita
ketahui bahwa Islam pertama sekali masuk ke Indonesia adalah pada abad pertama
hijrah atau abad ketujuh dan kedelapan Masehi langsung dari Arab
2.
Wilayah pertama masuk
Islam adalah Pesisir Sumatera (Samudra Pasai atau Peureulak), setelah
terbentuknya masyarakat Islam maka Raja Islam pertama berada di Aceh.
Dr.Hamka juga membuat
Rangkuman bahwa :
1. Agama Islam telah datang ketanah
air sejak abad pertama Hijrah (abad ke 7 M) yang di bawa oleh saudagar-saudagar
Islam dari Arab sebagai pelopor dan di ikuti oleh orang-orang Persia serta
Gujarat.
2. Karena penyebaran Islam itu tanpa
kekerasan dan tidak ada penaklukan negeri, maka penyebarannya berjalan secara
berangsur-angsur.
Muhammad Said juga
menyimpulkan hasil seminar itu :
1. Sumber-sumber sejarah Arab
menegaskan bahwa di berbagai Bandar di Sumatera sejak abad ke 9 (catatan
Mas`udi) sudah banyak pendatang Arab yang beragama Islam mendatangani
tempat-tempat di maksud.
2. Berdasarkan sumber-sumber orang
luar (Arab dan Tionghoa) maka besar kemungkinan bahwa islam telah masuk ke
Indonesia pada Abad pertama Hijriah.
2. Senarai (silsilah) Sultan Jambi
Berikut adalah daftar Sultan Jambi.
Tahun
|
Nama atau gelar
|
1687 – 1696
|
PANGERAN DIPATI CAKRANINGRAT bin SULTAN ABDUL
MUHYI [ SULTAN KYAI GEDE ] Hilir Jambi
|
1690 - 1721
|
Pangeran Ratu Raden Kholid( Chulit ) / Sultan
Abdul Rahman I bin SULTAN ABDUL MUHYI [ Sultan Sri Maharaja Batu ] Hulu Jambi
|
1770-1790
|
Sultan Ahmad Zainuddin / Sultan Anom Sri Ingalaga
|
1790 – 1812
|
Mas’ud Badruddin bin Ahmad / Sultan Ratu Seri
Ingalaga
|
1812 – 1833
|
|
1833 – 1841
|
|
1841 – 1855
|
|
1855 – 1858
|
Thaha Safiuddin bin Muhammad (pertama
kali)
|
1858 – 1881
|
|
1881 – 1885
|
|
1885 – 1899
|
|
1900 – 1904
|
Thaha Safiuddin bin Muhammad (kedua
kali)
|
1904
|
|
2012
|
3.Kependudukan
Penduduk
Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk diperkirakan hanya sebanyak
60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris tidak berpenghuni. Etnis Melayu berdiam di pinggiran
sungai Batang Hari dan Tembesi. Orang Kubu menghuni
hutan-hutan, sedangkan orang Batin mendiami
wilayah Jambi Hulu. Pendatang dari Minangkabau disebut
sebagi orang Penghulu, yang menyatakan tunduk pada orang-orang
Batin.
4.
Pemerintahan
Kesultanan Jambi
dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat
keluarga bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh.
Selain memilih raja keempat suku tersebut juga memilih pangeran ratu,
yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.[butuh
rujukan] Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu
oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan.
Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.
5..Bangunan sejarah di jambi
1.
Bunker Jepang
Bunker adalah sejenis
bangunan pertahanan militer. Bunker biasanya dibangun di bawah tanah. Banyak
bunker dibangun pada Perang Dunia I dan II
2.
Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin
Istana Abdurrahman
Thaha Saifuddin merupakan Istana kerajaan bekas peninggalan raja Sultan Thaha Saifuddin. Istana ini terletak di Tanah Garo Muara Tabir Jambi.
3.
Jembatan Betrix
Jembatan Beatrix atau
yang kerap di sebut masyarakat sebagai Beatrix Brug, terletak di
Kabupaten Sarolangun. Membentang di atas Sub-DAS Batanghari, Sungai Batang
Tembesi Sarolangun.
4.
Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang
Kawasan cagar budaya Jambi Seberang terletak di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di seberang kawasan perniagaan modern Kota Jambi. Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi secara alamiah, seolah menjadi pembatas kedua kawasan ini.
5.
Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda (Kota Tua Batang Hari)
Kawasan Kota Lama /
Kota Tua Batang Hari merupakan tempata yang menjadi cikal bakal Kota Tembesi,
berada di Jalan Lintas Sumatera Jalur Tengah (Jalinteng) Batang Hari Jambi.
- Get link
- X
- Other Apps
Popular posts from this blog
MAKALAH IBNU AL NAFIS DAN ALZAHRAWI
A. Bigrafi Ibnu Nafis Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi . Dia biasa dipanggil dengan Ad-Dimasyqi , karena ia dilahirkan di Syam dan awal masa mudanya ia habiskan di kota Damaskus, sebagaimana dia juga dipanggil dengan Al Mishri , karena ia telah mengabiskan sebagian besar usianya di kota Cairo dan memiliki ikatan yang kuat dengan Mesir dan penduduknya. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh para pengagumnya. Ibnu Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus referensi lain menyebutkan ia dilahirkan di Syria pada tahun 607 H (1210 M). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut hingga menjelang dewasa. Dia tinggal dan menetap di Mesir hingga ajal menjemputnya. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibnu Nafis menempuh pendidikan kedokteran di Medical College Hospital. Gurunya adal...
MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI MALUKU UTARA
KERAJAAN – KERAJAAN ISLAM DI MALUKU UTARA DAN PROSES MASUKNYA ISLAM PADA KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI PAPUA A. Kerajaan – Kerajaan Islam Di Maluku Utara Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan di Nusantara. Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda. Kepulauan Maluku sangat penting peranannya karena Maluku adalah penghasil rempah-rempah terbesar pada waktu itu sehingga bayak negara yang berdatangan ke Maluku. Sejak awal diketahui bahwa didaerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore. Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti ...
Comments
Post a Comment